Blogger Widget

KETIKA FANS BERTINDAK TERLALU JAUH :

Sesuatu yang kelewat bergairah, lelucon yang konyol, ketika aku menyukai sesuatu, aku hanya tidak ‘menyukai’-nya. Aku sering kelewat bersemangat dalam hal-hal tertentu, berubah menjadi mode full fan dengan sangat cepat.



Sekali aku berada dalam mode itu, aku seolah menjadi penyiar dadakan, dengan bersemangat bercerita pada teman-temanku mengenai obsesi baruku sambil melambai-lambaikan tanganku di udara.

Semangat yang kelewatan ini disebut ‘fangirling’ (atau dalam beberapa kasus, ‘fanboying’), dan ini merupakan hal yang biasa di kalangan orang aneh. Faktanya, bahkan ini tidak lebih aneh dari yang teraneh: pengoleksi perangko, pengoleksi vintage, dan para fanatik boneka juga memiliki reaksinya masing-masing. Kita semua bersemangat ketika memiliki kesempatan untuk berbicara tentang apa yang kita sukai. Ketika kita berbagi antusiasme kita terhadap sesuatu, kita aka menerima orang lain dalam lingkungan pribadi kita.

Terkadang, di tengah-tengah menonton drama Asia dengan pemeran utama pria yang tampan secara maraton, aku betanya pada diriku sendiri: Apakah kita lari dari realita? Apakah ini bisa berlanjut lebih jauh?

Semua kenikmatan duniawi bisa berujung dari larinya kita dari realita, tapi bisakah semua itu melampaui batas yang disebut obsesi? Apakah kau obsesif ketika sepanjang tahun kau habiskan untuk membuat desain kostum Final Fantasy yang akan dipakai ke Dragon Con, atau kau pikiranmu sering kelewat kreatif? Apakah menjadi ensiklopedi berjalan tentang sejarah Star Trek itu baik, atau perlukah kau selalu mengupdatenya sepanjang hidupmu?

Jika ada satu bagian tentang fandom yang membuat sebuah dunia untuk kabur dari realita, hal itu adalah fan fiction. Magan Cubed, seseorang yang telah aktif dalam komunitas fanfic satu dekade, mengatakan bahwa sebenarnya fandom adalah sebuah sarana social networking yang tidak membahayakan. Namun seiring berjalannya waktu, hal itu dapat memburuk dan menjadi berbahaya, menjurus ke arah stalking atau pelecehan, ujarnya.

“ Hal ini akan terjadi ketika sebuah grup dalam fans merasa lebih dari yang lain. “ kata Cubed. “ Mereka mulai merasa mereka perlu mengatur bagaimana sesuatu (yang berkaitan dengan fandom mereka) ditulis, ditampilkan, pemerannya, dll, dan orang-orang kreatif lain akan dianggap salah karena tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Hal ini sering terjadi sebagai rasa kepemilikan yang keterlaluan atas seorang aktor film atau serial tivi, dan menyebabkan ancaman terhadap sang aktor atau orang-orang terdekatnya, baik melalui media online ataupun secara langsung. “

Sebagai contoh mudah, ada sekelompok fans dari acara ‘Supernatural’ yang mulai menamai diri mereka sendiri ‘The Silent Majority’ dan mulai menulis season selanjutnya yang menurut mereka sesuai, mengklaim bahwa penulis naskah dari acara tersebut pelah mengkhianati inti dari acara tersebut.

“ Grup ini juga mengirimkan ancaman dan pesan yang bersifat menyerang pada para pemeran dan suami/istri mereka, dan mengusahakan pemeran yang tidak mereka sukai dikeluarkan dari acara tersebut. “ ujar Cubed. “ Biasanya ancaman ini hanyalah pepesan kosong, tapi ini menjadi sebuah pengingat yang mengerikan, bagaimana banyak fans bisa melupakan realita di sekeliling mereka. “

Hal ini sangat umum di internet, menjadi sesuatu yang tanpa akhir—dan sangat tidak membahayakan (secara fisik)—ribuan forum fans.

Amerika telah mengalisa fans-yang-berubah-menjadi-obsesif ini sebagai akar penyebab dari kasus celebrity stalking. Di belahan dunia lain, Korea Selatan, memiliki bentuk obsessed fans yang sangat berbeda.

Bintang pop Korea memiliki nama spesial untuk stalker mereka, yang disebut ‘sasaeng’. Ini merupakan sekelompok fans perempuan yang bersedia melakukan hal ekstrim untuk memasuki kehidupan pribadi idol yang mereka sukai, bekerjasama agar bisa menyukseskan misi mereka. Mereka sering terlihat dalam background foto-foto para idol, terkadang berjubel di jendela dengan wajah yang benar-benar ditempelkan ke kaca dengan harapan bisa mendapat sedikit lirikan dari sang idola.

“ Mereka (para sasaeng) juga dikenal untuk selalu mengikuti para selebriti di jam kerja mereka dengan menggunakan taksi, membobol rumah mereka, serta membeli dan menjual informasi pribadi mereka secara online, termasuk nomor identitas dan nomor telepon. “ ujar Bianca Gomez, yang mengelola sebuah blog Korea yang membahas para sasaeng ini.

Bintang K-pop JYJ adalah salah satu grup yang telah lama menjadi target para fans sasaeng, namun mereka hanya segelintir yang menyatakan reaksi terhadap sasaeng secara publik, menyebabkan munculnya diskusi mengenai topik ini dalam komunitas fans.

Tidak seperti paparazzi, sasaeng hanya memiliki satu tujuan: untuk sedekat mungkin dengan idol kami.

“ Sikap ekstrim dan perilaku para sasaeng membuat kita sulit mempercayai bahwa motivasi mereka begitu simple, seperti apa yang sering diidamkan fans lain. “ ujarnya. “ Seorang fans yang sehat (tidak lari dari realitanya sendiri), “ tambahnya, “ Menghormati idola favorit mereka dan berdedikasi untuk mendukung mereka apapun caranya dan bagaimanapun keadaannya. “

“ Di Korea, sasaeng adalah suatu paradoks yang berjalan. Mereka mencelakai dan membuat stres orang-orang meski mereka tidak bermaksud seperti itu, mereka mencintai idola mereka namun menginginkan mereka secara utuh untuk diri mereka sendiri, dan mereka sendiri dibuang oleh fandom mereka. “ ujar Gomez.

Karena banyaknya fandom yang ada, sasaeng berusaha menyosialisasikan diri mereka dengan sebuah sistem networking yang terorganisir dengan baik.

“ Mereka menyetujui tanggung jawab yang dibebankan pada mereka dan memenuhinya, pencarian informasi mereka begitu hebat, dan kemampuan mereka untuk berkomunikasi satu dengan yang lain serta kecepatan mereka untuk mengetahui jadwal para idol benar-benar di luar dugaan. “ ujar Gomez.

“ Adanya organisasi sosial membedakan para sasaeng dengan para stalker selebriti yang biasa ada di Amerika. “ jelas Gomez.

Masalahnya, hukum di Korea tidak memperhatikan masalah privasi.

“ Kami tidak memiliki banyak pengalaman dalam melindungi privasi seseorang. “ Lee Jin Ki, seorang profesor hukum dari Universitas Sungkyunkwan mengatakan. “ Korea Selatan berada dalam masa transisi, berubah dari komunitas yang berorientasi pada grup menjadi komunitas yang berorientasi pada individu. Contohnya, sasaeng tidak bisa ditangkap untuk tuduhan pelanggaran privasi/ Mereka hanya bisa terkena tuduhan untuk pencemaran nama baik, surat kaleng, atau ancaman. “

“ Semua orang bisa mendapatkan hukuman jika melibatkan seseorang baik secara online maupun offline. Ini bukan tentang kita memiliki hukum atau tidak, tapi lebih cenderung kepada mindset orang-orang. “ ujar Lee.

James Turnbull, seorang pengajar dan konsultan untuk masalah Korea, mengatakan bahwa fenomena sasaeng ini hanyalah salah satu cara industri hiburan Korea agar masyarakat tetap memperhatikan idol mereka. “ Mungkin inilah alasan lain mengapa mereka yang memiliki otoritas lebih, kadang menutup mata tentang aktivitas para sasaeng ini. “ ujarnya.

“ Sikap obsesif para sasaeng ini cukup logis, meski ekstrim, dan hanya merupakan efek samping. Dan hal ini juga sudah berkembang cukup lama. Seorang wanita paruh baya, dengan sumber keuangan yang cukup untuk menjadi seorang sasaeng, mulai berdonasi kepada fanclubs sejak pertengahan 2000an. Kita hanya akan mengusutnya lebih jauh jika ia melakukan illegal downloading dan penyebaran lagu dari grup tertentu demi mendapatkan keuntungan pribadi. “ ujar Turnbull.

Mindy Mechanic, seorang psikolog klinik yang ahli di bidang Post-Traumatic Stress Disorder dan juga seorang profesor bidang psikologi di Universitas California, mengatakan bahwa sikap yang ditunjukkan para sasaeng dilatarbelakangi oleh kebudayaan, dan harus dapat dipahami dalam konteks tersebut.

“ Grup ini bergerak sangat dinamis dalam berbagai macam tipe fans yang memperbolehkan keanoniman ketika mereka melanggar privasi para selebriti. “ ujar Mechanic. “ Dalam kasus fans sasaeng, lebih mudah melupakan bahwa apa yang mereka lakukan itu sangat tidak menghormati orang lain karena mereka dikelilingi orang-orang yang akan selalu bergabung dengan mereka. “

“ Tapi jika mereka mengejar idola mereka sendirian, “ ujar Mechanic, “ Mereka mungkin akan menerima konsekuensi(tuntutan) dari orang yang mereka kejar. “

“ Banyak sekali stalker, terutama yang menstalking public figure dan selebriti, menderita penyakit mental dan terkungkung dalam suatu kepercayaan yang salah. Meskipun begitu, grup fans ini lebih seperti groupies… bersenang-senang di konser bersama fans normal lainnya dan berusaha sedekat mungkin atau menyentuh pujaan mereka. “ ujarnya.

Gomez pun setuju dengan pernyataan Mechanic tersebut.

“ Ada kepentingan dan identitas yang dibutuhkan yang tidak hanya untuk ‘terhubung’ dengan seorang idola, tapi dengan mencari fans lain melalui keterlibatan mereka dalam jaringan (fandom). “ ujarnya. “ Dalam kasus fans sasaeng, sebuah fandom memberikan sesuatu yang berarti bagi hidup mereka, dan orang-orang didalamnya, yang gagal untuk membuktikan. “

Dalam pikiranmu, apakah perbedaan dari sebuah hobi, gairah, dan ketertarikan yang keterlaluan? Apakah ada perbedaan antara menjadi seorang penggemar setia dan seorang fans yang obsesif?


Source : Colette Bennett
Credits : Geek Out CNN
Via : JYJ3
Indotrans : fatearam@yeppopo
Digital Areas

0 komentar:

About

I BELIEVE IN JESUS CHRIST